DALAM kehidupan, kita seakan tidak pernah luput dari berbagai tekanan
yang membuat pikiran menjadi runyam. Rasa cemburu, frustasi, pikiran
negatif dan pesimis, amarah, dan depresi menjadikan akal sehat kita
menjadi terganggu. Kepala kita memang terbuat dari tulang tengkorak yang
keras, tetapi ketidakstabilan emosi dapat menjadikan otak kita sakit
dan kehidupan pun akan terganggu karenanya.
Jika kita mengalami stres, maka suasana hati kita pasti tidak enak
dan amarah akan kerap hadir. Namun, jika pikiran kita tenang dan selalu
berpikir positif, hidup kita pasti akan bahagia. Oleh karena itu,
pikiran kita harus rileks dan tenang agar energi positif mudah menjalar
di ke dalam diri. Ketenangan jiwa hanya akan kita dapatkan jika kita
dekat dan selalu mengingat Allah. Seperti firman Allah, “Ingatlah! hanya
dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.” (QS. Ar-Raad: 28).
Terkadang padatnya aktivitas duniawi menjadikan kita tidak memiliki
waktu untuk beribadah dan mengakrabkan diri denganNya. Momentum Ramadhan
ini kiranya dapat menjadi media terbaik bagi kita untuk mendekatkan
diri dengan Yang Maha Kuasa. Berbagai manfaat puasa terhadap kesehatan
tentu sudah sangat familiar bagi kita. Bagi penderita diabetes, berpuasa
dapat menurunkan kadar gula darah. Begitu pula dengan kadar kolestrol
dan tekanan darah.
Sebagai terapi
Kongres Internasional I yang bertemakan “Puasa dan Kesehatan” di
Casablanca pada 1994 merekomendasikan puasa di bulan Ramadhan sebagai
satu terapi bagi penderita diabetes, hipertensi, dan obesitas. Namun,
seseorang tidak dapat dikatakan sehat jika hanya fisiknya saja yang
tidak sakit. Karena sehat adalah suatu keadaan yang sempurna baik fisik,
mental (jiwa), dan sosial.
Puasa tidak hanya menjadikan tubuh kita kembali berstamina, tetapi
juga merangsang otak untuk meregenerasi sel yang dapat menentramkan
jiwa. Sehingga puasa di bulan Ramadhan dipercaya mampu memperbaiki
kondisi psikologis seorang muslim. Ibadah yang dilakukan selama berpuasa
juga menjadikan diri menjadi tenang. Ketika seseorang berpuasa, fungsi
mentalnya akan stabil dan kegelisahan akan berkurang. Ketenangan jiwa
ini akan membuat pikiran menjadi sehat.
Penelitian untuk mencari korelasi antara kesehatan jiwa seseorang
dengan puasa di bulan yang suci ini sangat banyak dilakukan. Tidak
mengherankan jika terapi puasa ini berkembang peminatnya dan cukup
popular di Eropa dan Amerika. Berbagai penyakit berat akibat stres dapat
dicekal atau dipercepat proses penyembuhannya dengan berpuasa, di
samping upaya medis.
Pada sebuah penelitian disebutkan bahwa penyembuhan seseorang
terhadap stres erat kaitannya dengan ketaatan orang tersebut terhadap
ajaran agamanya. Sebagai muslim, tentunya kita sangat memfokuskan diri
untuk memperbanyak ibadah di bulan Ramadhan ini, dan terbukti bahwa
dengan semakin tingginya intensitas kita beribadah maka semakin
berdampak baik terhadap kesehatan fisik dan jiwa.
Nicolaev dari Moscow Psychiatric Institute telah melakukan terapi
terhadap pasien gangguan jiwa dengan berpuasa selama 30 hari di bulan
Ramadhan. Sebanyak 65% dari mereka sembuh dan tetap sehat, hanya
sebagian kecil yang mengalami kekambuhan dan itu pun tidak seberat saat
pasien tersebut dirawat di rumah sakit.
Penelitian lain tentang hubungan antara puasa, kesehatanan jiwa, dan
depresi yang dilakukan oleh M Kazemi (2004) pada mahasiswa di Iran.
Hasil studinya menunjukkan bahwa kondisi kesehatan jiwa para pastisipan
membaik saat Ramadhan tiba. Begitu juga dengan depresi yang mereka alami
semakin membaik saat mereka melakukan ibadah puasa.
Javanbakht (2007) juga melakukan penelitian tentang hubungan antara
puasa di bulan Ramadhan dan kesehatan jiwa di berbagai wilayah di Eropa.
Dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tingkat depresi, kecemasan,
obsesi, terlalu sensitif, fobia, sulit tidur (insomnia), dan ketakutan
yang berlebihan (paranoid) perlahan-lahan sembuh saat berpuasa.
Menurut WHO, depresi atau yang kerap disebut dengan stress di
kalangan masyarakat berada pada urutan ke empat penyakit di dunia yang
membuat seseorang tidak mampu bekerja dengan baik. Diramalkan pada tahun
2020, penyakit jiwa yang ditandai dengan kesedihan yang sangat
mendalam, penarikan diri dari pergaulan, sulit tidur, dan yang paling
ekstrim adalah keinginan untuk bunuh diri – menduduki urutan nomer dua
di dunia.
Menurut survey yang dilakukan oleh Persatuan Dokter Spesialis
Kesehatan Jiwa (PDSKJ) tahun 2008, 94 persen rakyat Indonesia mengalami
depresi mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat.
Tentunya, dengan melakukan ibadah di bulan Ramadhan ini, depresi yang
juga mengancam jiwa penderitanya dapat berkurang.
Jika ditinjau secara biologis, dengan berpuasa, serotonin di dalam
tubuh kita terjadi peningkatan secara signifikan. Zat kimia ini akan
membuat perasaan menjadi tentram dan menyembuhkan depresi. Hormon
kortisol yang merupakan pengontrol emosi dan suasana hati seseorang akan
menjadi stabil saat sedang berpuasa.
Lebih tenang
Selain itu, jumlah beta endorphin juga meningkat dan hormon ini
berfungsi untuk membuat seseorang menjadi lebih tenang. Dengan endorphin
perasaan kita akan lebih rileks, dan tentunya kita pun akan lebih mudah
mengontrolnya. Mengontrol diri kita dari amarah sekaligus berpikir
positif dengan mengutamakan kesabaran.
Rasulullah saw dalam hadis yang diriwayatkan oleh At Tirmidzi
bersabda bahwa puasa adalah separuh kesabaran. Berdasarkan hadis dan
berbagai penelitian tersebut, maka puasa dapat dijadikan sebagai satu
terapi bagi kesehatan jiwa sesuai dengan konsep BPSS (Biology,
Psychology, Social and Spiritual).
Bukti-bukti ilmiah di atas menunjukkan bahwa kewajiban berpuasa yang
diperintahkan Allah Swt tidaklah sebatas menjadikan kita mampu melawan
hawa nafsu dan meningkatkan rasa solidaritas. Berbagai manfaat untuk
tubuh juga kita peroleh selama berpuasa. Komitmen iman-takwa-moral yang
merupakan esensi dari ibadah puasa menjadikan kita sehat fisik dan juga
jiwa.
SUMBER
Thursday, August 1, 2013
Sakit Jiwa ? Cobain Puasa
8:22 PM
Unknown
No comments
0 komentar:
Post a Comment