Thursday, August 1, 2013

Sakit Jiwa ? Cobain Puasa

DALAM kehidupan, kita seakan tidak pernah luput dari berbagai tekanan yang membuat pikiran menjadi runyam. Rasa cemburu, frustasi, pikiran negatif dan pesimis, amarah, dan depresi menjadikan akal sehat kita menjadi terganggu. Kepala kita memang terbuat dari tulang tengkorak yang keras, tetapi ketidakstabilan emosi dapat menjadikan otak kita sakit dan kehidupan pun akan terganggu karenanya.


Jika kita mengalami stres, maka suasana hati kita pasti tidak enak dan amarah akan kerap hadir. Namun, jika pikiran kita tenang dan selalu berpikir positif, hidup kita pasti akan bahagia. Oleh karena itu, pikiran kita harus rileks dan tenang agar energi positif mudah menjalar di ke dalam diri. Ketenangan jiwa hanya akan kita dapatkan jika kita dekat dan selalu mengingat Allah. Seperti firman Allah, “Ingatlah! hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.” (QS. Ar-Raad: 28).

Terkadang padatnya aktivitas duniawi menjadikan kita tidak memiliki waktu untuk beribadah dan mengakrabkan diri denganNya. Momentum Ramadhan ini kiranya dapat menjadi media terbaik bagi kita untuk mendekatkan diri dengan Yang Maha Kuasa. Berbagai manfaat puasa terhadap kesehatan tentu sudah sangat familiar bagi kita. Bagi penderita diabetes, berpuasa dapat menurunkan kadar gula darah. Begitu pula dengan kadar kolestrol dan tekanan darah.

 Sebagai terapi
Kongres Internasional I yang bertemakan “Puasa dan Kesehatan” di Casablanca pada 1994 merekomendasikan puasa di bulan Ramadhan sebagai satu terapi bagi penderita diabetes, hipertensi, dan obesitas. Namun, seseorang tidak dapat dikatakan sehat jika hanya fisiknya saja yang tidak sakit. Karena sehat adalah suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental (jiwa), dan sosial.

Puasa tidak hanya menjadikan tubuh kita kembali berstamina, tetapi juga merangsang otak untuk meregenerasi sel yang dapat menentramkan jiwa. Sehingga puasa di bulan Ramadhan dipercaya mampu memperbaiki kondisi psikologis seorang muslim. Ibadah yang dilakukan selama berpuasa juga menjadikan diri menjadi tenang. Ketika seseorang berpuasa, fungsi mentalnya akan stabil dan kegelisahan akan berkurang. Ketenangan jiwa ini akan membuat pikiran menjadi sehat.

Penelitian untuk mencari korelasi antara kesehatan jiwa seseorang dengan puasa di bulan yang suci ini sangat banyak dilakukan. Tidak mengherankan jika terapi puasa ini berkembang peminatnya dan cukup popular di Eropa dan Amerika. Berbagai penyakit berat akibat stres dapat dicekal atau dipercepat proses penyembuhannya dengan berpuasa, di samping upaya medis.

Pada sebuah penelitian disebutkan bahwa penyembuhan seseorang terhadap stres erat kaitannya dengan ketaatan orang tersebut terhadap ajaran agamanya. Sebagai muslim, tentunya kita sangat memfokuskan diri untuk memperbanyak ibadah di bulan Ramadhan ini, dan terbukti bahwa dengan semakin tingginya intensitas kita beribadah maka semakin berdampak baik terhadap kesehatan fisik dan jiwa.

Nicolaev dari Moscow Psychiatric Institute telah melakukan terapi terhadap pasien gangguan jiwa dengan berpuasa selama 30 hari di bulan Ramadhan. Sebanyak 65% dari mereka sembuh dan tetap sehat, hanya sebagian kecil yang mengalami kekambuhan dan itu pun tidak seberat saat pasien tersebut dirawat di rumah sakit.

Penelitian lain tentang hubungan antara puasa, kesehatanan jiwa, dan depresi yang dilakukan oleh M Kazemi (2004) pada mahasiswa di Iran. Hasil studinya menunjukkan bahwa kondisi kesehatan jiwa para pastisipan membaik saat Ramadhan tiba. Begitu juga dengan depresi yang mereka alami semakin membaik saat mereka melakukan ibadah puasa.

Javanbakht (2007) juga melakukan penelitian tentang hubungan antara puasa di bulan Ramadhan dan kesehatan jiwa di berbagai wilayah di Eropa. Dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tingkat depresi, kecemasan, obsesi, terlalu sensitif, fobia, sulit tidur (insomnia), dan ketakutan yang berlebihan (paranoid) perlahan-lahan sembuh saat berpuasa.

Menurut WHO, depresi atau yang kerap disebut dengan stress di kalangan masyarakat berada pada urutan ke empat penyakit di dunia yang membuat seseorang tidak mampu bekerja dengan baik. Diramalkan pada tahun 2020, penyakit jiwa yang ditandai dengan kesedihan yang sangat mendalam, penarikan diri dari pergaulan, sulit tidur, dan yang paling ekstrim adalah keinginan untuk bunuh diri – menduduki urutan nomer dua di dunia.

Menurut survey yang dilakukan oleh Persatuan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa (PDSKJ) tahun 2008, 94 persen rakyat Indonesia mengalami depresi mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat. Tentunya, dengan melakukan ibadah di bulan Ramadhan ini, depresi yang juga mengancam jiwa penderitanya dapat berkurang.

Jika ditinjau secara biologis, dengan berpuasa, serotonin di dalam tubuh kita terjadi peningkatan secara signifikan. Zat kimia ini akan membuat perasaan menjadi tentram dan menyembuhkan depresi. Hormon kortisol yang merupakan pengontrol emosi dan suasana hati seseorang akan menjadi stabil saat sedang berpuasa.

 Lebih tenang
Selain itu, jumlah beta endorphin juga meningkat dan hormon ini berfungsi untuk membuat seseorang menjadi lebih tenang. Dengan endorphin perasaan kita akan lebih rileks, dan tentunya kita pun akan lebih mudah mengontrolnya. Mengontrol diri kita dari amarah sekaligus berpikir positif dengan mengutamakan kesabaran.
Rasulullah saw dalam hadis yang diriwayatkan oleh At Tirmidzi bersabda bahwa puasa adalah separuh kesabaran. Berdasarkan hadis dan berbagai penelitian tersebut, maka puasa dapat dijadikan sebagai satu terapi bagi kesehatan jiwa sesuai dengan konsep BPSS (Biology, Psychology, Social and Spiritual).

Bukti-bukti ilmiah di atas menunjukkan bahwa kewajiban berpuasa yang diperintahkan Allah Swt tidaklah sebatas menjadikan kita mampu melawan hawa nafsu dan meningkatkan rasa solidaritas. Berbagai manfaat untuk tubuh juga kita peroleh selama berpuasa. Komitmen iman-takwa-moral yang merupakan esensi dari ibadah puasa menjadikan kita sehat fisik dan juga jiwa.

SUMBER

0 komentar:

Post a Comment