Pendapat umum mengatakan bahwa pria dan wanita menanggapi stres secara berbeda. Wanita pada umumnya lebih tahan stres. Ketika menghadapi tekanan pekerjaan yang berat, problem rumah tangga yang kompleks, dan masalah-masalah lain yang menyita pikiran dan mengaduk emosi, wanita lebih bisa tetap berpikir secara jernih. Stres kronis lebih jarang pada wanita dibandingkan pada pria.
Mengapa begitu?
Jawabannya ada pada hormon seks perempuan, estrogen, yang ternyata melindungi otak mereka terhadap stres, menurut temuan para peneliti AS. “Ini bahkan bisa menjadi alasan lain mengapa wanita hidup lebih lama daripada pria,” kata kepala penelitian Profesor Zhen Yan dari Universitas Buffalo.
Tikus yang Stres
Dalam percobaan mereka, tim peneliti menyelidiki mekanisme molekul yang terkait dengan stres terhadap fungsi otak. Untuk itu mereka secara fisik mengurung tikus-tikus muda jantan dan betina dalam kandang-kandang silinder kecil dua jam sehari selama satu minggu. Tindakan ini dimaksudkan untuk membuat stres tikus-tikus tersebut.
Untuk menguji memori jangka pendek hewan itu, para peneliti menempatkan ke dalam kandang sepasang benda yang identik, diikuti oleh pasangan benda kedua satu jam kemudian. Tikus-tikus dengan penasaran menyelidiki benda yang tidak diketahui itu secara seksama. Tiga jam kemudian, mereka menyajikan tikus-tikus itu dengan satu benda dari setiap pasangan. Tikus yang menghabiskan lebih banyak waktu memeriksa benda dari pasangan pertama menunjukkan bahwa hewan itu mengingatnya dari empat jam sebelumnya. Tikus yang lebih menyukai benda dari pasangan kedua yang lebih baru menunjukkan dia memiliki gangguan memori jangka pendek.
Melemahnya memori
Para peneliti menguji memori hewan-hewan itu sebelum dan setelah paparan stres. Pada tikus jantan, baik sebelum maupun setelah seminggu paparan stres, kinerja memorinya sangat berbeda dibandingkan pada tikus betina. Kinerja memori tikus jantan memburuk di bawah stres, terutama memori jangka pendeknya.
Tikus-tikus jantan memeriksa benda yang telah mereka kenali seolah-olah belum pernah melihat sebelumnya. Yan menyebut bahwa stres pada tikus jantan menurunkan kadar neurotransmitter reseptor glutamat di bagian otak yang disebut korteks prefrontal, wilayah yang mengontrol perhatian, emosi, pengambilan keputusan dan kinerja memori.
Kelompok Yan menemukan bahwa tikus betina muda juga stres oleh seminggu pengekangan fisik, namun hal itu tidak menyebabkan penurunan kemampuan mereka untuk mengingat dan mengenali benda yang telah mereka lihat beberapa jam sebelumnya. Percobaan ini menemukan bahwa meskipun stres, tikus betina memiliki kadar reseptor glutamat yang sama di daerah korteks prefrontal seperti sebelum penelitian. Data ini mendukung hipotesis bahwa reseptor glutamat berperan penting dalam respon terhadap stres.
Estrogen sebagai pelindung
Rupanya, estrogen mencegah efek negatif stres pada reseptor tersebut. Tikus jantan yang diberi estrogen sintetis (estradiol) oleh peneliti bereaksi terhadap stres dengan cara yang sama dengan tikus betina. Sebaliknya, ketika peneliti memblokir efek estrogen pada tikus betina, kinerja memorinya melemah seperti tikus jantan.
Yan mengakui bahwa hasil kelompoknya memang baru berdasarkan pada studi tikus. Namun, temuan ini dapat relevan pada manusia karena banyak fungsi seluler yang sama di antara kedua spesies. “Kami percaya bahwa mekanisme ini juga terjadi pada manusia,” katanya.
Hal ini terutama berlaku pada efek estrogen sebagai peredam stres di otak, yang menguntungkan wanita. Jika perlindungan ini terganggu – misalnya, dengan penurunan produksinya selama menopause atau setelah melahirkan karena gejolak hormon – maka akan meningkatkan risiko depresi Penambahan estrogen dapat membantu untuk menstabilkan kinerja saraf.
Namun, estrogen dapat memiliki efek yang tidak diinginkan. Pada pria, kelebihan estrogen bisa menyebabkan feminisasi. Mungkin bermanfaat untuk menemukan obat yang memiliki efek serupa dengan estrogen di dalam otak tanpa menimbulkan efek sampingnya. “Ini bisa menjadi terapi yang sangat efektif untuk masalah terkait stres pada pria,” kata para peneliti.
———————–
Sumber: Zhen Yan: Estrogen protects against the detrimental effects of repeated stress on glutamatergic transmission and cognition. Molecular Psychiatry, Molecular Psychiatry, (9 July 2013)
0 komentar:
Post a Comment