Profil Singkat
Habib Muhammad Al Juneid
(Hadramaut , Yaman )
Terlahir
pada tahun 1965 di Hadhramaut, Habib Muhammad Al Juneid melewati masa kecil
yang kurang beruntung. Saat memasuki usia bersekolah, negerinya kala itu
tengah dalam cengkeraman penguasa komunis, yang sangat membatasi ruang gerak
para ulama. Rubath-rubath (lembaga-lembaga pendidikan agama) di kota Tarim
maupun kota-kota lainnya di Hadhramaut tak boleh beraktivitas.
Akibatnya, ia pun melewati pendidikan dari masa kecil hingga remajanya hanya
di madrasah umum di kota kelahirannya itu. Bahkan selepas pendidikan setingkat
SLTA, ia sempat ikut pelatihan wajib militer selama tiga tahun. Di sela-sela
waktunya, bila situasinya memungkinkan, ia menyempatkan diri menghadiri majelis
ilmu di tempat Habib Masyhur Bin Hafidz, kakanda Habib Umar Bin Hafidz (seorang
ulama kharismatik terkemuka di Negeri Timur Tengah)
Langkah kaki Habib Muhammad berikutnya mengantarkannya hingga sampai ke
Ukraina. Di sana, selama enam tahun, ia menjadi mahasiswa di negeri yang saat
itu menjadi salah satu negara bagian Uni Soviet itu. Ilmu kimia, itulah jurusan
yang dipilihnya hingga ia lulus dan menggondol gelar sarjana sebagai seorang
insinyur ilmu kimia.
Selepas pendidikan di Ukraina, tahun 1993, ia kembali ke tanah kelahirannya dan
mengabdikan diri sebagai salah seorang tenaga pengajar pada sebuah institusi
pendidikan di sana. Tentunya, dalam bidang studi yang telah digelutinya selama
bertahun-tahun di Ukraina, yaitu ilmu kimia. Saat itu negerinya, Yaman Selatan,
telah bersatu dengan Yaman Utara, dan hingga kini gabungan dua negara menyebut
negara mereka sebagai Republik Yaman.
Kesungguhannya dalam belajar dan perjalanan hidupnya yang akrab dengan dunia
akademis membuatnya memiliki kemampuan berbagai bahasa dunia secara aktif.
Setidaknya, selain bahasa Arab tentunya, ia menguasai dengan baik bahasa
Inggris, bahasa Rusia, dan bahasa Spanyol. Karena saat ini ia sering
bolak-balik Hadhramaut-Jakarta dan kemudian memiliki banyak aktivitas di sini,
yaitu dalam kapasitasnya sebagai mudir di Majelis Muwasholah Antar Ulama
Muslimin, tak mustahil bila ke depannya ia dapat pula berkomunikasi dalam
bahasa Indonesia.
0 komentar:
Post a Comment