Kapan waktu terbaik untuk menyunatkan anak?
Waktu yang terbaik tentu saja adalah sebelum anak mencapai aqil baligh (pubertas),
karena itulah yang disyaratkan oleh agama. Namun, kapan tepatnya di
antara periode yang panjang itu tergantung pada banyak pertimbangan.
Sunat bukanlah bedah biasa, namun terkait dengan aspek budaya dan agama.
Waktu untuk menyunat anak bervariasi di antara kelompok-kelompok
masyarakat yang berbeda. Pada kelompok tertentu seperti masyarakat
Sunda, sunat umumnya dilakukan pada bayi atau balita. Pada kelompok
masyarakat lain, sunat dilakukan pada usia yang lebih tua.
Dari segi medis, anak dapat disunat kapan saja, dari baru lahir
sampai dewasa. Pengecualian mungkin hanya pada bayi prematur atau bayi
yang memiliki masalah kesehatan tertentu sehingga harus menunggu sampai
siap. Anak yang memiliki kondisi seperti fimosis,
hidrokel, dll yang mengganggu mungkin harus segera mendapatkan
perawatan, yang mungkin sekaligus mencakup penyunatan. Anak yang
memiliki kelainan anatomi seperti batang penis abnormal pendek, uretra
terlalu besar (megalouretra), hipospadia, epispadia dll, sebaiknya tidak disunat tanpa pertimbangan dari dokter urologi pediatrik/ dokter urologi/ dokter anak.
Selain aspek budaya, agama dan medis, hal lain yang perlu
dipertimbangkan adalah aspek psikologis anak. Pada anak yang lebih
besar, sebaiknya penyunatan dilakukan ketika mereka sudah siap sehingga
bersedia menjalaninya secara sukarela. Orangtua perlu melakukan
pendekatan yang persuasif untuk mengkondisikan anak. Bila penyunatan
dilakukan secara paksa, mereka dapat memiliki trauma psikologis yang
mungkin berdampak jangka panjang.
Adakah potensi risiko sunat?
Meskipun merupakan bedah sederhana yang sangat umum, sunat bukanlah
tanpa risiko. Seperti halnya pembedahan lain, sunat memiliki sejumlah
risiko komplikasi yang perlu Anda pahami dan waspadai sebagai orangtua.
Sebagian besar komplikasi yang terkait dengan sunat adalah perdarahan,
infeksi, dan kegagalan menghilangkan jumlah kulup yang cukup.
Komplikasi yang paling umum adalah stenosis meatus,
yaitu penyempitan pembukaan uretra (meatus uretra). Kondisi ini biasanya
disebabkan oleh pembengkakan dan iritasi meatus yang menyebabkan
pertumbuhan jaringan abnormal dan jaringan parut di pembukaan uretra.
Penyebab lainnya adalah benturan pada luka sunat yang merusak arteri
frenular, menyebabkan penggumpalan darah yang menyumbat meatus uretra.
Arteri fernular adalah pembuluh yang memasok darah ke frenulum, membran
yang melampirkan kulup ke kepala dan batang penis. Arteri frenular-lah
yang menyebabkan perdarahan ketika kulup dipotong dalam prosedur sunat
konvensional. Anak yang memiliki stenosis meatus biasanya merasa
kesulitan dan sakit ketika memulai buang air kecil dan pancaran urinnya
mungkin sempit dan memancar. Masalah ini biasanya menghilang sendiri
dalam beberapa hari atau minggu. Untuk mencegahnya, luka sunat harus
diupayakan tetap terlindungi sampai kering.
Komplikasi yang lebih serius, namun sangat jarang terjadi, adalah necrotizing fasciitis (kematian jaringan kulit penis bagian dalam oleh bakteri), fistula uretra (saluran uretra membengkok abnormal), amputasi penis parsial, dan nekrosis penis (kematian jaringan penis).
Metode sunat apa yang paling baik?
Setiap metode sunat memiliki kelebihan dan kekurangannya. Semakin
“canggih” metode, semakin aman dan cepat prosedurnya, namun juga semakin
mahal biayanya. Selain itu, tidak semua metode tersedia di semua tempat
di Indonesia. Metode yang “canggih” biasanya hanya tersedia di
kota-kota besar. Berikut adalah tiga metode sunat yang paling banyak
digunakan saat ini, dari yang paling sederhana sampai yang paling
“canggih”:
1. Metode konvensional
Ini adalah metode yang paling umum dan tersedia luas di Indonesia,
baik dilakukan oleh dokter, mantri atau juru sunat. Dalam metode ini,
pemotongan kulup dilakukan secara manual dengan gunting atau pisau
bedah. Prosedurnya dapat memakan waktu 30-45 menit yang diikuti dengan
jahitan untuk menutup pembuluh darah dan menahan jaringan. Pasien
disarankan untuk beristirahat sekurang-kurangnya 4 hari sebelum dapat
beraktivitas.
Metode konvensional menghasilkan potongan kulup melingkar penuh (sirkumsisi) atau hanya pada bagian atas kulup di mana bagian bawahnya tetap dipertahankan seperti “jengger” (dorsumsisi).
2. Metode cauter
Metode ini sering disebut oleh masyarakat sebagai “metode laser”.
Padahal, itu adalah istilah yang salah kaprah karena tidak ada laser
yang digunakan. Untuk memotong kulup, dokter dalam metode ini
menggunakan cauter atau electric cauter,
alat potong yang memanfaatkan panas listrik di ujungnya (seperti solder
dalam praktik elektronika). Pemanfaatan panas menyebabkan hampir tidak
ada perdarahan karena pembuluh darah tertutup oleh luka bakar presisi
yang dibuat dengan cauter. Prosesnya juga relatif lebih cepat.
Namun, seperti halnya metode konvensional, pasien masih membutuhkan
jahitan dan perban untuk menutup luka. Metode ini juga dianjurkan pada pasien khitan dewasa karena dapat beraktivitas kerja, privasi terjaga dengan ketentuan yang disarankan oleh dokter.
3. Metode smart klamp
Ini adalah metode terbaru. Dalam metode
ini, sebuah tabung sekali pakai diselubungkan ke penis. Kulup yang akan
dipotong diklem (dijepit) pada perbatasan batang dan kepala penis, lalu
dipotong dengan pisau bedah mengikuti alur yang sudah dibuat sebelumnya
menggunakan marker. Perdarahan tidak terjadi karena pembuluh
darah tertutup oleh klem. Jahitan dan perban juga tidak diperlukan
karena klem akan terus berada ditempatnya sampai luka mengering
(biasanya pada hari keempat). Pasien dapat langsung beraktivitas setelah
prosedur selesai.
0 komentar:
Post a Comment